Menurut Tobacco Atlas 3rd, pada tahun 2009 jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat pertama di ASEAN dengan persentase 46.16% dari keseluruhan penduduk negara-negara ASEAN. Selain itu, statistik dari Riskesdas juga menunjukkan bahwa pada tahun 2017, jumlah perokok di Indonesia mencapai 29.3%. Untuk lebih menjelaskan betapa buruknya budaya merokok di Indonesia, Data Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia menyatakan bahwa jumlah perokok anak berusia di bawah 10 tahun mencapai kurang lebih 239.000 orang.
Meski sudah ada beberapa upaya menekan jumlah perokok muda seperti dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau, masih saja terdapat peningkatan prevalensi perokok muda dari tahun ke tahun. Bahkan Kemenkes RI menyatakan bahwa prevalensi tersebut naik dari 20,30% pada tahun 2010 menjadi 23,10% pada tahun 2016. Berdasarkan data yang dihidangkan oleh Kemenkes RI.
Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota yang terpelajar dan berbudaya menempati rangking ke-4 dengan jumlah perokok terbanyak di Indonesia dibawah Jakarta, Surabaya, dan Medan. Hasil data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, menunjukan bahwa jumlah perokok per harinya di DIY berjumlah sebesar 21,2% dan 50% dari perokok tersebut berusia dibawah 20 tahun.
Selain itu, salah satu isu lainnya yang selalu menjadi masalah dalam lingkungan masyarakat ialah penggunaan obat – obat terlarang seperti narkoba, sabu, ekstasi dan sebagainya. Bukan hal yang langka lagi untuk menemui banyak pengguna obat – obatan terlarang dalam lingkungan sekitar. Terlebih lagi penyebaran obat – obatan tersebut tidak pandang bulu bagi siapapun.
Tanpa disadari hampir seluruh lapisan masyarakat dan beragam komunitas sudah terkontaminasi oleh 2 hal tersebut. Sangat disayangkan, masih banyak penduduk dan masyarakat sekitar yang tidak mengetahui dampak buruk dari penggunaan obat – obatan terlarang baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jangkauan pengguna obat – obatan tersebut juga sangatlah luas. Berdasarkan salah satu survey yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional menunjukkan bahwa 27,32% dari pengguna narkoba ialah pelajar dan mahasiswa.
Menanggapi hal tersebut Center for Indonesian Medical Students Activities (CIMSA) dibawah naungan Fakultas Kedokteran UGM melaksanakan sebuah rangkaian acara yang salah satunya adalah seminar anti Napza dan Rokok dengan melibatkan RAJA BANDAR UGM dan Dra. Rr. Upiek Ngesti Wibawaning Astuti, DAP., M.Kes. yang merupakan dosen pembina sebagai salah satu narasumbernya.
Acara yang diselenggarakan pada 6 April 2019 bertempat di SMPN 4 Ngaglik ini bertujuan mensosialisasikan bahaya rokok dan narkoba terhadap para siswa yang rentan terkena pengaruhnya dan
memberikan pengetahuan dan wawasan kepada para peserta seminar tentang cara untuk meninggalkan budaya dalam merokok.
Diharapkan melalui adanya kegiatan ini mampu untuk memperoleh data dan statistik mengenai perokok remaja di sekolah tersebut, menekan angka pertumbuhan perokok dan pecandu narkoba di lingkungan sekitar serta
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat khususnya civitas akademika Universitas Gadjah Mada terhadap bahaya rokok dan narkoba.