“Setiap orang seharusnya memiliki kesempatan untuk mencapai kemampuan terbaiknya”
– Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto –
Kutipan pendapat pendiri Tanoto Foundation di atas semakin relevan dan bertaut erat saat hari ini, perkembangan zaman memberi banyak kesempatan bagi semua orang untuk lebih baik dan beradapatasi dengan segala dinamika hidup. Perlahan semua bidang terpengaruh akibat derasnya arus informasi dan teknologi yang mewarnai kehidupan manusia. Muaranya, setiap individu di titik ini mesti terus belajar dan berubah, bila tidak ingin tertinggal.
Realitas ini begitu jelas, salah satunya kita alami ketika mulai dari bangun tidur hingga akhirnya tidur lagi (baik sadar ataupun tanpa sadar), diatur oleh berbagai aplikasi yang terdapat dalam telepon gengam (baca : smartphone) atau secara ekstrim sebagian mungkin bergantung dengan itu. Mulai dari melihat pesan atau menerima telepon, membaca berita, bermain media sosial, memesan makanan, menggunakan moda transportasi, belanja, mencatat jadwal kegiatan atau agenda kerja, hingga mengingatkan hal-hal penting lainnya supaya tidak lupa melalui instrumen alarm.
Pada bagian lain, tak bisa dimungkiri generasi muda atau saat ini sering disapa sebagai milineal menjadi kelompok umur yang merasakan langsung perubahan dan kemajuan tadi. Sehingga, kondisi tersebut perlu disikapi secara bijak agar tidak memberi ekses, namun diharapkan bisa menjadi media yang mempercepat banyak kebaikan, pembaharuan, dan berbagai bentuk positif lainnya. Karena publik di negeri ini memahami bahwa pemuda merupakan aktor utama yang menggerakan bangsa dari masa ke masa dan pemuda yang diharapkan ini harus terdidik serta siap memberikan kontribusinya.
Seiring dengan hal ini, kemampuan beradaptasi secara cepat dan tepat juga dituntut, menimbang masalah yang dihadapi bangsa ini semakin kompleks karena dunia hari ini terkoneksi, yang salah satu dampaknya, kualitas manusia atau kehidupan antar negara semakin sederajat. Penemuan di Amerika atau di China, bakal memberi insentif kepada keduanya atau sebaliknya ancaman kepada Indonesia bila tidak direson dengan baik. Contoh lain, kedatangan sumber daya manusia dari luar ke Indonesia bisa jadi dibutuhkan karena belum banyak tenaga ahli yang kita miliki, namun, dalam jangka waktu lama ini berbahaya karena mengurangi kesempatan anak bangsa berkarya dan terkait kedaulatan negara saat mereka mengelola aset-aset strategis.
Bila bicara sampai pada konteks ini, maka pemuda terdidik dan kontributif tersebut dapat disederhanakan sebagai pemimpin-pemimpin yang diharapkan tampil di masa depan. Menghadirkan sosok-sosok ini saat sekarang bukan tanggung jawab yang mudah, karena masing-masing elemen yang bertanggung jawab baik pemerintah yang mengelola institusi pendidikan maupun masyarakat sebagai rahim lahirnya pemuda-pemuda ini dihadapkan dengan berbagai tantangan. Sehingga swasta, menjadi pihak yang memainkan peranan penting untuk berpartisipasi sebagaimana kerangka tata kelola pemerintahan yang baik dan efektif.
Dalam bingkai inilah Tanoto Foundation yang didirikan oleh Sukanto Tanoto menghadirkan program “Transformasi Edukasi Melahirkan Pemimpin Masa Depan” atau disingkat TELADAN”, demi memastikan regenerasi kepemimpinan nasional melalui pemuda-pemuda terdidik yang siap berkontribusi tadi dapat terwujud. Dalam program TELADAN, Tanoto Foundation mengawal sejak pertama mahasiswa masuk di perguruan tinggi hingga ia lulus melalui beragam program, mulai soal kepemimpinan, kemampuan memimpin, membangun karir sebagai seorang pemimpin, dan manfaat sosial yang dapat diberikan selama dan setelah program ini berlangsung.
Dalam program TELADAN ini, intinya para mahasiswa dapat mengembangkan kepemimpinan (leadership skills) dengan dukungan beragam fasilitas, yakni (1) pelatihan-pelatihan kepemimpinan (2) beasiswa penuh (full scholarship) berupa bebas biaya kuliah dan tunjangan bulanan hingga 8 semester, serta (3) kesempatan mengikuti kuliah singkat (summer course) di Harvard, Stanford, Cambridge, dan universitas bergensi lainnya bagi mereka yang berprestasi.
Kehadiran TELADAN akhirnya seperti oase di tengah gurun pasir karena harus diakui, banyak pihak bicara soal kepemimpinan atau pemimpin, tapi, abai untuk mempersiapkannya. Konteks kini ditambah pula dengan kondisi bahwa Indonesia dihadapkan pada bonus demografi atau proporsi penduduk produktif lebih besar dan masa ini dimulai di rentang tahun 2020 hingga 2030. Untuk perbandingan saja, Jepang mengalami bonus demografi pada tahun 1950an dan memetik panen di tahun 1970an dengan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar nomor ke-3 dunia atau 20 tahun setelahnya.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah kita mampu menjadikan momentum bonus sumber daya manusia ini menjadi peluang? Jawabannya sementara, sudah dapat ditemui dalam berbagai prediksi lembaga ekonomi dunia mulai McKinsey, PwC, dan Economist Intelligence Unit, bahwa Indonesia pada tahun 2030 menjadi kekuatan ekonomi dunia nomor 7 dan nomor 4 di tahun 2050. Tapi, apakah jawaban tersebut sudah sesuai dengan realitasnya atau hanya sebatas prediksi?
Program beasiswa TELADAN Tanoto Foundation akhirnya menemui relevansinya. Setidaknya, limpahan sumber daya manusia yang kita miliki bukanlah “kutukan”, sebagaimana kekayaan sumber daya alam karena jawabannya, kini ia telah dikelola secara sinergis, strategis, dan akademis.
Artikel ini ditulis oleh Agung Baskoro, Alumni Jurusan Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.