Sebagai komunitas yang berfokus ke pencegahan penyalahgunaan napza, Komunitas Gerakan Jauhi Bahaya Napza dan Rokok (Rajabandar) UGM mengadakan seminar dengan tema “ Anak: Pelaku atau Korban Penyalahgunaan Napza”. Seminar yang dilaksanakan di Auditorium Fakultas Peternakan UGM pada Kamis (3/5) ini menghadirkan empat pembicara yang terdiri dari psikolog, kepolisian, dokter, serta mahasiswa yang aktif dalam komunitas senada.
Menurut Idei Khurnia Swati, S.Psi., M.Psi., psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikologi UGM, faktor protektif dan risiko anak pada kasus penyalahgunaan napza merupakan hal yang penting untuk diketahui. Ia mengatakan bahwa kedua faktor ini saling mempengaruhi dan muncul pada konteks yang beragam. “Semakin tinggi faktor protektif, maka faktor risiko akan menurun. Oleh karena itu, semakin kita memahami interaksi antara kedua faktor ini, nantinya kita bisa mempersiapkan intervensi yang tepat,” ungkapnya.
Idei Khurnia menambahkan bahwa peran orang tua sangat penting dalam hal ini sebab anak belajar dari pengamatan. Selain itu, ini menjadi penting banyak mahasiswa yang menjadi sasaran peredaran napza karena jauh dari orang tua. Menurut Idei Khurnia, perkembangan teknologi juga memiliki kontribusi dalam hal ini. “Media sosial yang sekarang sedang marak memberi pengaruh pada tingkah laku anak, khususnya pada penggunaan narkoba,” katanya. Pada posisi ini, menurut Idei Khurnia, anak merupakan korban dalam kasus penyalahgunaan napza. Hal ini karena anak mendapat paparan dari lingkungan tempat tinggal dan hanya mengikuti apa yang disuruh oleh orang lain.
Direktorat Reserse Narkoba Polda DIY AKBP Mardiyono S.E. mengatakan ada beberapa faktor yang mendorong anak-anak atau remaja menyalahgunakan narkoba. Keuntungan besar, gaya hidup dan pergaulan, sifat permisif, kesulitan hidup, serta kemajuan teknologi dan transformasi adalah beberapa di antaranya. Menurut AKBP Mardiyono merokok merupakan pintu masuk penggunaan narkoba pada anak. Ia juga mengatakan bahwa perkembangan pasar yang besar membuat narkoba sulit untuk diberantas. “Pasar yang besar menimbulkan banyaknya konsumen yang hanya mencoba-coba narkoba hingga akhirnya teratur mengonsumsi zat tersebut,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Dr. Suharto Hesti Kuncoro, M.Sc, Sp.KJ, Kepala Instalasi Rehabilitasi napza RS Grhasia Yogyakarta, mengatakan bahwa pemakai narkoba merupakan korban tren yang berkembang. “Penyalahgunaan napza berawal dari coba-coba, lalu hal ini akan bergerak menuju situasional, rekreasional, penggunaan rutin, hingga ketergantungan,” katanya. I Kadek Sudiarsana, Ketua Rajabandar UGM, mengatakan bahwa selain menjadi korban tren remaja juga kurang memahami dampak negatif napza. Menurutnya perlu ada sebuah tindakan penyadaran pada remaja mengenai dampak negatif zat tersebut. “Rajabandar UGM berperan dalam hal ini. Kita menjadi komunitas yang berperan dalam menyosialisasikan hal tersebut dan mencegah remaja terjerumus pada penyalahgunaan napza,” pungkasnya.