Fakultas Biologi UGM sejak tahun 2010 sudah melakukan pengembangan GAMA Ayam di Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunung Kidul. Namun, saat itu proses pengembangan masih menemui beberapa kendala teknis seperti listrik yang tidak stabil sehingga mengganggu penetasan dan produksi DOC. Pencetus GAMA Ayam, Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc menuturkan UGM berencana membuat mesin tetas yang otomatis switch on ketika listrik padam dengan menggunakan sumber listrik alternatif yaitu baterai aki.
“Gagasan ini sudah kita sampaikan juga saat lokakarya belum lama ini,” kata Budi, Kamis (5/6).
Ia menjelaskan, lokakarya dilaksanakan sebagai upaya pengembangan GAMA Ayam secara berkelanjutan dan penyempurnaan dari program yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Melalui kegiatan itu masyarakat diharapkan mampu membedakan ciri-ciri GAMA Ayam dengan jenis ayam yang lain. Hal ini penting supaya para peternak dapat mengenali ciri-ciri GAMA Ayam dengan kualitas daging seperti ayam kampung sehingga diterima oleh masyarakat.
“Ke depan Desa Beji ini diharapkan mampu menjadi sentra produksi GAMA Ayam di Yogyakarta,” imbuhnya.
Pegiat masyarakat Desa Beji yang juga dosen di Fakultas Biologi UGM, Soenarwan Heri Poerwanto, M. Kes., mengatakan GAMA Ayam merupakan ayam hasil persilangan dan pengembangan Laboratorium Genetika, Fakultas Biologi UGM yang dirakit sejak tahun 2009. Tujuan utama dirakitnya GAMA Ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan sumber pangan lokal, khususnya ayam kampung yang semakin meningkat.
“GAMA Ayam diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan daging lokal di Indonesia seiring dengan terus meningkatnya trend masyarakat untuk mengkonsumsi ayam lokal (kampung),” kata Heri.
Keunggulan GAMA Ayam dibandingkan ayam buras yang sekarang banyak beredar adalah rasanya yang gurih menyerupai rasa ayam kampung dan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ayam kampung biasa. Selain itu GAMA Ayam lebih adaptif terhadap lingkungan di Indonesia serta toleran terhadap penyakit.
“Sebenarnya ayam-ayam kampung asal Indonesia jarang yang terjangkit oleh virus Flu Burung (H5N1), sedangkan ayam Broiler lebih mudah terjangkitnya karena daya adaptasi dan ketahanannya terhadap penyakit,” terangnya.
GAMA Ayam juga memiliki kelebihan bisa diberi pakan apa saja, sehingga tidak memerlukan kosentrat atau makanan pabrikan. Untuk mengelola GAMA Ayam cukup memanfaatkan pakan yang ada di lingkungan sekitar. Alat pembuat pellet (pakan) diperlukan untuk membentuk dan mendapatkan komposisi pakan yang tepat sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan ayam dengan biaya yang serendah-rendahnya.
Nantinya, Laboratorium Genetika Fakultas Biologi UGM akan memberi bantuan anak ayam (DOC :Daily Old Chicken) GAMA Ayam untuk dikembangkan dengan mesin tetas semi-otomatis dan bantuan beberapa alat pembuat pakan ayam. Kedepannya warga diarahkan untuk menjadi produsen anakan GAMA Ayam sekaligus berswadaya pakan ayam dengan memanfaatkan bahan baku yang tersedia disekitar mereka. (Humas UGM/Satria)
sumber : http://ugm.ac.id/id/berita/9024-ugm.kembangkan.gama.ayam.di.gunung.kidul