“Tantangan sebagai sebuah perguruan tinggi negeri di Indonesia semakin kompleks, sehingga tuntutan negara pada pengelola perguruan tinggi semakin banyak,” ungkap Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr, Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM. Dalam sambutannya ketika menerima kunjungan dari Pengelola Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Djagal juga mengatakan bahwa bidang kemahasiswaan menjadi sebuah medan pertempuran yang tiada henti.
Prof. Djagal menambahkan bahwa bidang kemahasiswaan memiliki tugas untuk membuat mahasiswa mengembangkan keilmuan mereka. “Tingkat keberhasilan sebuah universitas dilihat dari prestasi yang telah dicapai oleh mahasiswa kita, katanya Kamis (15/2) di Ruang Multimedia UGM.
Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNS, mengatakan bahwa UGM menjadi sebuah universitas yang bisa menjadi model sehingga nantinya mampu membantu perkembangan UNS. “Kami ingin berguru pada UGM yang sudah melaksanakan mekanisme menyangkut akreditasi dan penjaminan mutu kegiatan kemahasiswaan,” katanya. Ia mengatakan perlu memberikan standarisasi dalam SOP penyelenggaraan dan pengelolaan organisasi kemahasiswaan sehingga mahasiswa menjadi calon sarjana yang memiliki softskill dan hardskill.
Meski demikian, Dr. drh. R. Gagak Donny Satria, M.P., M.Pd mengatakan bahwa memang mahasiswa dihadapkan pada pilihan tentang akademik dan aktivitas di luar akademik seperti organisasi kemahasiswaan. “Mereka harus memilih mana yang lebih penting antara prestasi atau aktivitas, lebih penting hardskill atau softskill,” katanya. Pilihan yang dihadapi mahasiswa ini membuat UGM membuat sebuah sistem yang kemudian bisa memberi pengakuan pada kegiatan mahasiswa. Dr. Gagak mengatakan bahwa UGM ingin membuat naskah yang mendorong bahwa program ekstrakurikuler itu terintegrasi di dalam satu kurikulum.
Senada dengan itu, Kepala Bagian Penjaminan Mutu dan Pengabdian Kepada Masyarakat UGM Dr. J.P. Gentur Sutapa, M.Sc.Forest menyatakan bahwa UGM telah mengembangkan Audit Mutu Internal (AMI). AMI digunakan untuk menilai organisasi mahasiswa agar organisasi kemahasiswaan yang ada di UGM memiliki mutu yang bagus. Menurutnya sebuah kegiatan mahasiswa itu mesti terukur, terkendali, dan tidak bertentangan dengan cita-cita UGM.
Oleh karena itu, menurut Dr. Gentur hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengembangkan sebuah standar organisasi kemahasiswaan sehingga nantinya mahasiswa bisa mengukur diri sendiri. “Hasil pengukuran terhadap organisasi ini akan menjadi bahan audit. Temuan selama audit adalah ruang-ruang untuk peningkatan dan perbaikan dari apa yang tidak sesuai, jadi bukan untuk mencari kesalahan,” ungkapnya.
Dr. Gentur menambahkan bahwa ada sepuluh standar yang telah dikembangkan dalam penjaminan mutu ini. Kesepuluh standar ini harus diisi dan dipenuhi oleh masing-masing organisasi kemahasiswaan, mulai dari visi dan misi organisasi hingga pemantauan dan evaluasi. “Setelah standar ini diisi maka mereka tahu posisi, kekurangan, dan kelebihan sebuah organisasi sehingga pencapaian mereka bisa diukur,” katanya.
Meski AMI penting untuk menilai sebuah organisasi kemahasiswaan, namun masih ada organisasi yang belum bersedia untuk diaudit. Direktur Kemahasiswaan UGM Dr. Suharyadi M.Sc mengatakan bahwa hal ini menjadi kesulitan dalam menjalankan AMI. “Tidak semua UKM bersedia diaudit sehingga harus ada upaya penyadaran tentang pentingnya audit. Sekarang baru 60% yang mau ikut harapannya besok bisa meningkat sebanyak 10%,” katanya. Dr. Suharyadi juga menambahkan bahwa pelaksanaan AMI ini belum mencapai kata sempurna sebab masih ada beberapa instrumen yang mas perlu dikembangkan lagi. Namun baginya, penjaminan mutu harus tetap dimulai agar bisa diketahui kekurangannya.