Wajahnya masih tampak segar di usianya yang tak lagi muda. “Wis tak tunggu dari tadi lho, mas!” sambutnya ramah sambil mempersilahkan kami duduk di ruang kerjanya. Bu Ani, demikian orang memanggil wanita dengan nama lengkap Indwiani Astuti tersebut. Dosen Fakultas Kedokteran UGM ini telah dikenal luas sebagai salah satu anggota senior dosen pembina Program Kreativitas Mahasiswa. Kiprahnya telah diakui secara nasional setelah lebih dari sepuluh tahun menjadi juri nasional pada kegiatan tersebut.
“Sejak tahun 96 ya, ibu pulang dari Jerman itu (tahun) 95, (tahun) 96 ibu sudah membimbing mahasiswa terutama mahasiswa kedokteran untuk maju mengajukan proposal. Zaman dulu namanya bukan PKM, tapi LKIP dan LKTM, terus kemudian tahun 98 ibu diminta untuk membina di tingkat universitas,” kenang Indwiani.
Sejak tahun 1998 hingga saat ini Indwiani dengan tekun membimbing PKM di UGM. Bertahun-tahun membimbing kegiatan tersebut membuat Indwiani berat untuk meninggalkannya. Menurutnya, melalui kegiatan tersebut ia dapat membimbing mahasiswa tidak hanya sebagai intelektual semata namun juga sebagai makhluk sosial yang mampu bersosialisasi, bekerjasama, dan mengembangkan gagasan-gagasannya.
“Istilah Jawanya, tego larane ora tego patine. Misalnya, ibu sibuk sekali gitu kan, tapi tetap saja kalau ada sesuatu ibu datang lagi kesitu. Kadang-kadang ibu marah karena tidak tercapai tujuannya, tapi kemudian setelah (dijelaskan) ada permasalahan, ibu tidak tega. Sampai bahkan kalau ada sosialisasi, misalnya ibu harus memberi kuliah, tapi untungnya kuliah S2 dan S3 ya, itu sampai ibu tunda kuliahnya untuk sosialisasi,” tuturnya.
Indwiani tidak hanya mengembangkan PKM di UGM saja. Kemampuannya yang sudah dikenal luas di Indonesia membuatnya seringkali secara khusus diundang ke berbagai universitas untuk memberikan pembinaan. Ia mengaku tidak khawatir jika kampus-kampus tersebut berkembang dan menyaingi prestasi UGM. “Tidak ya, mengapa, mereka tetap anak bangsa, maksudnya itu mengapa ilmu yang ibu miliki tidak ibu share-kan, ibu bagikan,” jelas Indwiani.
Indwiani menekankan bahwa yang terpenting dalam sebuah kompetisi seperti PKM bukanlah semata-mata pada hasil melainkan pada proses. Ia berpendapat bahwa capaian UGM dalam lima tahun terakhir sudah cukup baik namun lebih dari itu pengalaman mahasiswa dalam proses pelaksanaan program itulah yang lebih berharga daripada prestasi itu sendiri.
“Terus berkarya, bukan hanya di saat akhir, di kejuaraannya itu, tapi prosesnya itu akan membuat kita menjadi manusia seutuhnya. Juara itu adalah sesuatu, penting memang, tapi sebetulnya itu bukan suatu hal yang akhir. Yang terakhir adalah pengalaman yang didapat mahasiswa yang tidak bisa dibeli dengan apapun,” pungkas Indwiani.
Diambil dari Buletin Nawala Kreativitas Edisi 08/2016