Koperasi Pemuda di Indonesia sudah seharusnya bisa menunjukkan taringnya, baik itu di kancah nasional maupun internasional. Menilik pada saat ini dalam percaturan internasional, masing-masing negara di dunia sedang berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Tak terkecuali pada bidang koperasi. Daya saing pada saat ini sudah mengarah kearah internasional. Forum-forum internasional mengenai koperasi dapat dimanfaatkan untuk saling bertukar pendapat dan sebagai tools untuk menakar ulang sejauh mana peran koperasi Indonesia dengan performa koperasi yang berada di negara lain.
Salah satu forum internasional koperasi pemuda yang cukup penting baru saja diadakan di Bali. International Cooperatives Alliance Asia Pasific (ICA AP) yang berkedudukan di New Delhi India, mengadakan commitee meeting di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua pada 17 September 2014. Koperasi “Kopma UGM” berkesempatan untuk hadir dan berpartisipasi sebagai peserta dalam acara tersebut diwakili oleh Alan, Fifi, dan Rizal. Untuk agenda pertama ini dihadiri oleh berbagai negara anggota commitee seperti Jepang (NFUCA), Filipina (MMAFECO), Indonesia (DEKOPIN), Korea Selatan (KUCF), Thailand, Malaysia (ANGKASA), India, dan Singapura (SNCF).
Agenda ini cukup didominasi oleh laporan dari masing-masing negara yang hadir, namun minus laporan dari Indonesia. Hal ini cukup membuat kaget sehingga membuat peserta di sana bertanya-tanya, “Bagaimana perkembangan koperasi pemuda di Indonesia?”. Jika dikembalikan ke dalam judul artikel ini, lalu bagaimana koperasi-koperasi pemuda ini dapat berjalan berkesinambungan sehingga tercapai perkembangan sesuai dengan arahan kalau laporan perkembangan saja dari forum ini tidak disampaikan. Yang paling diingat dari perwakilan Koperasi “Kopma UGM” pada saat awal hanyalah perkenalan dari Ilham Nasa’I sebagai perwakilan dari DEKOPIN, “Kopkun Unsoed salah satu pilot project koperasi di Indonesia” ucapnya. Lalu, apakah Indonesia bukan merupakan anggota commitee?
Laporan cukup menarik disampaikan oleh perwakilan dari Singapura (SNCF). Singapura sebagai negara maju mengelola koperasi pemuda yang ada dengan berpijak pada 3E (Educate, Explore and Engage). Pertama, educate, Singapura sebagai negara maju tentu juga sangat mengutamakan dalam memperkaya knowledge dari anak-anak yang tergabung dalam koperasi dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip koperasi. Kedua, explore, anak-anak anggota koperasi ini diarahkan dan difasilitasi melalui program-program untuk penguatan skill. Ketiga, engage, pada aspek ini bagaimana koperasi dapat merekatkan antar anggota koperasi maupun antar koperasi melalui community.
Dibandingkan dengan Singapura, samar memang yang dapat dirasakan jika meninjau perkembangan koperasi pemuda di Indonesia. Namun sebenarnya sistem yang dikembangkan Koperasi “Kopma UGM” hampir sama, ketiga aspek diatas juga ada. Perbedaannya terletak pada pengemasan program-programnya. Selain dalam commitee meeting ini juga dibahas tentang iuran bagi negara anggota ICA, dan akan diadakan pertemuan mahasiswa yang tergabung dengan koperasi di Thailand pada sekitar Juli 2015 mendatang. Lagi-lagi disini Indoensia tidak terlibat dalam diskusi penting ini karena ditengah-tengah acara meninggalkan ruangan entah karena suatu alasan. Cukup disayangkan memang.
19 September 2014, dilanjutkan agenda diskusi antarmahasiswa di kampus Udayana Denpasar Bali. Masing-masing perwakilan negara hadir seperti Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Nepal, dan Filipina. Indonesia diwakili oleh Koperasi “Kopma UGM” Yogyakarta, Kopma Universitas Andalas, Sumatera Barat, Kopma BS UPI dan Kopma UNISBA Jawa Barat, Kopkun Unsoed dan Kopma UNS Jawa Tengah, dan Kopma Udayana Bali. Agenda diskusi ini didahului dengan presentasi dari masing-masing perwakilan yang hadir selama kurang lebih lima menit per koperasi. Dilanjutkan dengan focus group discussion (FGD), Koperasi “Kopma UGM” bergabung dalam FGD mengenai aspek bisnis permasalahan dan inovasinya.
Diskusi cukup menarik, namun hanya dikuasai oleh mahasiswa Korea Selatan, Singapura, dan Koperasi “Kopma UGM”. Di sinilah letak titik krusial yang harus diperbaiki oleh koperasi-koperasi pemuda di Indonesia. Budaya diskusi sangat rendah dan alasan paling klasik adalah kurangnya penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional dengan baik. Ide-ide yang muncul sebenarnya cukup menarik dan inovatif dari perwakilan Indonesia, namun kebanyakan dari mereka cenderung diam dan “yes decision” saja. Agenda pada hari itu ditutup dengan lunch bersama di Segara Bambu Restaurant Bali.
Begitulah cerita “ICA AP Committee Meeting on Campus Co-operatives” di Bali. Harapan terbesar ke depan adalah Koperasi “Kopma UGM” sebagai salah satu koperasi pemuda dapat menjalankan perannya dengan baik, yakni agent of change. Menerawang jauh ke depan forum-forum internasional dapat diikuti dengan baik oleh delegasi-delegasi Koperasi “Kopma UGM”. Peningkatan kualitas individu di sini mutlak dilaksanakan untuk menambah posisi tawar dalam persaingan global. Sampai bertemu kembali di forum internasional selanjutnya, Koperasi “Kopma UGM” pasti bisa!